Seminar Living Lutheran untuk Pendeta
Pada 15 Desember 2022, telah diadakan Seminar Lutheran untuk Pendeta di Perkotaan (Program Kolaborasi) Para pendeta yang melayani di daerah perkotaan berada di pusaran perjumpaan yang ekumenis. Heterogenitas tradisi kekristenan yang menjadi lokus mereka tidak jarang mempengaruhi konsistensi mereka mengajarkan dan mempraktikkan tradisi Lutheran. Untuk menolong mereka menyegarkan pemahaman tentang ajaran Lutheran, KN-LWF mengadakan seminar khusus dan bersertifikat. Sebanyak delapan puluh empat pendeta dari tiga belas gereja anggota KN-LWF menghadiri seminar teologi.
Sesi I: “Gereja Berlatar belakang Lutheran: Sejarah, Identitas dan Isu Relevansinya” dipaparkan oleh Pdt. Anwar Tjen, Ph.D. Pdt. Anwar memaparkan tentang Identitas Gereja Lutheran dengan terlebih dulu menjelaskan pergumulan Martin Luther yang menjadi awal perjuangan bagi pembaruan gereja. Pandangan Lutheran mengenaipembenaran hendak menggarisbawahi bahwa tidak ada andil manusia dalam pembenaran atas dirinya. Status yang diterima benar-benar adalah iustitia Christi “status benarnya Kristus”. Jejak “Lutheran” tampak dalam penggunaan Katekismus Martin Luther dalam pengajaran dan pembinaan warga jemaat. Katekismus Kecil mengandung ajaran-ajaran pokok yang cukup komprehensif tetapi sederhana: Dasa Firman, Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus. Pdt Anwar menjelaskan tentang Injil yang merupakan pesan Yesus Kristus, keselamatan dunia, sebagai penggenapan janji yang diberikan bagi umat manusia. Pemahaman yang benar tentang Injil diungkapkan oleh para bapa Reformasi dalam doktrin pembenaran. Pesan ini membebaskan orang Kristen untuk pelayanan yang bertanggung jawab di dunia dan membuat mereka siap untuk menderita dalam melakukan pelayanan tersebut. Pdt Anwar juga membahas tentang Doktrin Pembenaran (JDDJ). Dalam iman, kita bersama-sama memegang keyakinan bahwa pembenaran adalah karya Allah Tritunggal. Allah Bapa mengutus Kristus ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa. Bersama-sama kita mengakui: Hanya oleh kasih karunia, dalam iman dalam karya penyelamatan Kristus dan bukan karena usaha apapun yang kita lakukan, kita diterima oleh Allah dan menerima Roh Kudus, yang memperbaharui hati kita sambil memperlengkapi dan memanggil kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik.
Sesi II: “Law and Gospel” dipaparkan oleh Rev. Pearce Fraser. Rev. Fraser memaparkan tentang makna Hukum dan Injil bagi Pendeta di Jemaat serta pengaplikasiannya dalam Khotbah. Pembahasan ini sangat menolong para pelayan-pelayan Gereja dalam berkhotbah dan melaksanakan tugas-tugas pastoral. “Ketika kita mendengar Hukum, kita mengetahui apa yang harus kita lakukan. Berbeda dengan Injil yang memberitahukan tentang apa yang telah Allah lakukan melalui Yesus Kristus bagi kita. Fokus Hukum hanya pada apa yang harus kita lakukan? Sedangkan fokus Injil adalah tentang apa yang telah Kristus lakukan bagi kita. Sehingga, kehadiran hukum membuat kita fokus pada diri kita sendiri, sedangkan kehadiran Injil membuat kita berfokus pada Kristus.” – Rev. Pearce Fraser.
Sesi III: “The Holy Spirit (Faith, Fruits and Gifts)” dipaparkan oleh Rev. Dr. Cheryl Peterson Terdapat 3 bagian dalam pembahasan Rev. Cheryl:- Roh Kudus dan Iman berhubungan dengan pembenaran Pemahaman Lutheran tentang iman, bahwa iman itu menerima karunia pengampunan dosa. Iman itu membawa penghiburan kepada sebuah kehidupan rohani yang baru. Sehingga, iman membawa buah yang baik. – Roh Kudus dan buah-buahnya dalam pengudusan Hubungan antara iman dan buah itu sangat penting, Martin Luther mengatakan, ”iman dalam pembenaran akan menolong kita dan membiarkan Roh Kudus bekerja dalam diri kita.” Melalui iman, kita tidak akan gagal dalam menghasilkan buah yang baik, bahkan akan selalu lebih baik sebagaimana matahari yang terus menerus memberikan terang. Sehingga, orang-orang beriman dipastikan akan menghasilkan buah-buah baik dalam kehidupannya. – Roh Kudus dan karunia-karunia dalam misi Orang Kristen berpartisipasi dalam misi Allah dan bekerja mengikuti misi Allah. Luther memiliki gagasan kurang lebih serupa dengan misi walaupun dia tidak menggunakan istilah misi secara langsung. Dia menuliskan bahwa Roh Kudus akan terus berkarya tanpa henti hingga hari terakhir. Roh Kudus terus bekerja dalam hidup kita dan terus meningkatkan kekudusan di bumi. Sehingga, kita memiliki tugas bersama Roh Kudus yang bekerja melalui kita untuk melakukan misi Allah di tengah-tengah dunia.
Sesi IV: “Disabilitas, Keragaman dan Hak Keagamaan” dipaparkan oleh Jonna Aman Damanik Disabilitas sering kali dianggap sebagai ketidaksempurnaan. Permasalahan paling berat dalam disabilitas adalah mengenai stigma yang merupakan akibat dari paradigma yang tidak tepat. Permasalahan terberat Gereja ketika berbicara tentang disabilitas adalah stigma yang ada pada umat. Penyandang disabilitas adalah ciptaan Tuhan yang sama seperti umat lainnya, tetapi dalam berelasi dengan Tuhannya seringkali menghadapi berbagai hambatan dan diskriminasi. Terdapat Hak Keagamaan Penyandang Disabilitas:
a. Hak memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya;
b. Hak memperoleh kemudahan akses dalam memanfaatkan tempat peribadatan;
c. Hak mendapatkan Kitab Suci dan lektur keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhannya;
d. Hak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pada saat menjalankan ibadat menurut agama dan kepercayaannya;
e. Hak berperan aktif dalam organisasi keagamaan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mendorong dan/atau membantu pengelola rumah ibadah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas). Setiap warga negara berhak beragama, dan semua agama, ormas keagamaan, pemerintah, dan pemerintah daerah, wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya berbagai aspek beragama yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. “Pengarusutamaan Hak Penyandang Disabilitas dalam Kehidupan Bergereja.”, dipaparkan oleh Jonna Aman Damanik, penyandang disabilitas (buta) yang menjabat sebagai komisioner Komnas Disabilitas Indonesia.
Jonna Aman Damanik membahas mengenai tantangan Gereja dalam menangani isu disabilitas di gereja. Penyandang disabilitas dan kerabatnya acap kali merasa malu, takut, rendah diri, bahkan menutup diri dari pergaulan di masyarakat dan gereja. Salah satu tantangan terbesar adalah ketika subjek penegakan dan penghormatan hak penyandang disabilitas menolak intervensi dari pihak luar atau lingkungan. Melalui program ini, KN-LWF membantu para pendeta menghayati tradisinya di tengah pusaran pembauran beragam ajaran. Posisi mereka sangat penting karena merekalah yang menyampaikan pengajaran kepada warga jemaat. Oleh karena itu, pengetahuan mereka mesti ditingkatkan terus-menerus. Namun, literatur-literatur tentang teologi Lutheran masih relatif sedikit tersedia dalam bahasa Indonesia. Padahal, kemampuan para pendeta dalam memahami bahasa Inggris belum memadai. Sehingga, perlu untuk memperbanyak terjemahan buku-buku Lutheran ke dalam bahasa Indonesia.
Recent posts
Intensive Course Lutheran Theology 2024 – Module 1.1: History of Lutheranism
“Intensive Course Lutheran Theology 2024”Module 1.1: History of Lutheranism Pada tanggal 20-22 Maret 2024, Kursus Teologi Lutheran pertama di Sumatera Utara telah dimulai dan bertempat
Forum Diskusi Guru Sekolah Minggu Gereja Lutheran
Forum Diskusi Guru Sekolah Minggu Gereja Lutheran Komite Nasional Lutheran World Federation (KN-LWF) bersama Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) menggelar forum kolaborasi untuk meningkatkan kualitas
Pelatihan Pekerja Gereja tentang Bahasa Isyarat Indonesia dalam Menciptakan Ibadah Ramah Kaum Disabilitas
Pelatihan Pekerja Gereja tentang Bahasa Isyarat Indonesia dalam Menciptakan Ibadah Ramah Kaum Disabilitas Pada hari pertama, Kamis 15 Maret 2024, Komite Nasional Lutheran World Federation