Untitled design (6)

Seminar Living Lutheran untuk Pemuda

     Pada 14 Desember 2022, KN-LWF mengadakan Seminar Lutheran bagi para pemuda yang berada di Jakarta dan sekitarnya. Keberadaan pemuda sangat penting bagi keberlangsungan hidup menggereja. Kelompok ini tidak jarang terluput dari pelayanan gereja. KN-LWF berupaya menjangkau mereka, terutama untuk mengetahui kebutuhan mereka secara eklesial. Untuk itu KN-LWF mengadakan seminar khusus bagi pemuda di gedung Graha PGI. Sebanyak lima puluh dua orang pemuda hadir dalam seminar ini. Seminar ini juga merupakan bagian dari penelitian KN-LWF tentang apa artinya ‘menjadi Lutheran’ dalam konteks global dan lokal, khususnya bagi para pemuda didaerah urban. Para pemuda tidak mengetahui ajaran Lutheran dengan memadai. Padahal, di daerah perkotaan mereka setiap hari berinteraksi dengan tradisi lain. Karena mereka tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang identitas Lutheran, mereka mudah dipengaruhi sehingga banyak yang berpindah ke gereja lain.
     Sesi I: “Gereja Berlatar belakang Lutheran: Sejarah, Identitas dan Isu Relevansinya” dipaparkan oleh Pdt. Anwar Tjen, Ph.D. Pada sesi ini, Pdt. Anwar membuka materi dengan pemahaman akan Lutheran&Protestan dengan menjelaskan tentang sejarah kehidupan Martin Luther dalam memahami keselamatan, anugerah dari Allah. Kemudian, Pdt. Anwar menjelaskan tentang Gereja Konfesional, Konfesi Augsburg, Badan Misi serta Identitas Lutheran: Jejak Lutheran dan Lutheran dalam tradisi Pietis. “Dalam dunia yang sudah terbelah oleh berbagai ideologi dan kepentingan, kesaksian gereja termasuk gereja Lutheran tidak boleh dibiarkan terpasung oleh warisan sejarah konflik tetapi justru harus terbuka pada dialog-dialog yang mencari dasar-dasar bersama tanpa mengingkari pentingnya akar-akar yang membentuk identitas secara historis demi perjuangan bersama untuk menghadirkan syalom.”-Pdt. Anwar Tjen, Ph.D.
     Sesi II: “Katekismus Kecil Martin Luther Part I” dipaparkan oleh Rev. Pearce Fraser. Dalam sesi ini, Rev. Pearce kembali mengingatkan pemuda/pemudi mengenai 10 perintah Allah yang telah mereka pelajari sewaktu mengikuti katekisasi sidi di Gereja masing-masing. Fraser Pearce menjelaskan pengajaran dengan metode yang mudah dipahami serta memberikan banyak contoh. Rev. Pearce mendorong para pemuda agar setiap hari membaca Katekismus, untuk menolong mereka memahami pengajaran. Melalui Hukum Taurat, Allah akan menghukum semua orang yang melanggar perintah-perintah-Nya, sehingga kita harus takut akan murka-Nya dan tidak melanggar perintah-perintah ini. Namun, Tuhan menjanjikan kasih karunia dan hal-hal yang baik bagi semua umatNya yang menaati perintah-perintah-Nya. Rev Pearce mengatakan bahwa kita sering kali tidak mampu dalam melakukan Taurat, namun kita tetap mengaku dosa kesalahan kita dan meyakini bahwa Allah dalam Kristus Yesus mengampuni dosa umat manusia. Kemudian, dalam janji pengampunan, Yesus memberi Roh Kudus yang mengubah kehidupan kita. Hal-hal yang harus kita lakukan untuk menghidupi firman Allah dengan baik adalah dengan patuh melakukan hukum Allah dan jangan menyerah untuk terus melakukannya. Teruslah melakukannya dengan rendah hati, serta kita harus mengakui kekurangan dan pelanggaran yang ada dalam diri kita. Percayalah akan pengampunan Allah dalam Yesus Kristus. Perlu diingat bahwa menyombongkan diri adalah sikap yang tidak berguna.
     Sesi III: “Membangun Teologi Publik; Belajar dari Pengalaman PersonalSuara Pemuda: Perspektif Toleransi Islam terhadap Kristen di Indonesia”, disampaikan oleh Aan Anshori, seorang cendekiawan Islam yang aktif menyebarkan pandangan Islam tentang Kekristenan di Indonesia. Aan Anshori berbagi pengalaman pribadinya dalam mempromosikan hubungan antara Islam dan Kristen di Indonesia. Ada empat strategi yang dia yakini dan masih dia terapkan, yaitu Menanamkan nilai, mentransformasikan pengetahuan, bertemu dengan orang lain, dan berbagi ke media sosial. Ia juga menghimbau kepada para Pemuda dan Pendeta untuk tidak takut dalam menyebarkan kabar baik atau kegiatan apapun yang berhubungan dengan tindakan intoleransi di Indonesia. Gus Aan menjelaskan bahwa praktek intoleransi di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan hal ini menimbulkan banyak respon kelompok minoritas atas intoleransi. Terdapat banyak golongan yang menganggap identitas tertentu lebih unggul ketimbang identitas lainnya. Dalam kesempatan ini, Gus Aan memberikan strategi perubahan peradaban dengan: instilling values; transforming knowledge; encountering the others; share to social media. “Moderasi beragama harus dimaknai dengan beragama yang selaras Pancasila. Semakin memahami agama, berarti seseorang semakin mewujudkan nilainilai dalam Pancasila. Moderasi tidak boleh hanya dimaknai sebagai “pembenaran tidak bersikap” saat terjadi ketidakadilan. Ketidakadilan terjadi bukan hanya karena ada orang jahat namun juga diperparah oleh banyaknya orang baik yang lebih memilih untuk diam.”- Gus Aan Anshori.
     Sesi IV: “Katekismus Kecil Martin Luther Part II” dipaparkan oleh Rev. Pearce Fraser Rev. Pearce berfokus pada pengakuan serta sakramen. Pengakuan terdiri dari dua bagian, yakni mengakui dosa-dosa kita dan kita menerima pengampunan. Seseorang harus mengakui kesalahan atas semua dosa, bahkan yang tidak disadari di hadapan Tuhan. Sakramen sendiri merupakan tubuh dan darah Yesus Kristus yang sejati dibawah roti dan anggur, yang ditetapkan oleh Kristus sendiri bagi kita orang Kristen untuk dimakan dan diminum. Dalam Matius, Markus, dan Lukas tertulis demikian, “diberikan untukmu” dan “ditumpahkan untukmu untuk pengampunan dosa” menunjukkan kepada kita bahwa pengampunan dosa, kehidupan, dan keselamatan diberikan kepada kita dalam sakramen melalui kata-kata Yesus Kristus, karena dimana ada pengampunan dosa, di situ ada juga kehidupan dan keselamatan. Namun, seseorang yang tidak mempercayai atau meragukan perkataan Yesus Kristus ini akan membuat dirinya tidak layak, karena kata-kata “untukmu” membutuhkan hati yang benar-benar percaya. Ketika kita menerima dalam iman, maka kita juga akan menerima berkat.

Recent posts