Untitled design (6)

Konferensi Pemuda Lutheran: Hari Kedua, 28 Oktober 2022

     Kegiatan hari kedua dibuka dengan ibadah pagi. Setelah mengikuti ibadah pagi, peserta masuk kepada sesi pertama, pemaparan mengenai “Chosen and Empowered” yang disampaikan dengan Rev. Dr. Philip Baker. Pendeta Philip Baker menekankan “siapa kita”. Kita adalah gereja, dimana sebagai Gereja, kita perlu memiliki pengertian daniman akan panggilan Tuhan. Dalam Tubuh dan darah Kristus, kita dipilih, tanpa memandang usia, ras dan etnis, bahasa dan latar belakang budaya. Meskipun kita tidak memiliki gelar pendeta, kita semua akan tetap dan akan selalu menjadi Gereja. Kita dipilih oleh Tuhan melalui pekerjaan-Nya, dalam Baptisan Kudus dan dalam Firman. Sebagai Gereja, kita juga harus memahami bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna. Masing-masing dari kita diberi hadiah khusus. Kita semua saling membutuhkan, tidak lebih dari orang lain. Oleh karena itu, Pemuda Gereja Lutheran sebagai Gereja sejati dipanggil dan diberdayakan untuk melayani Gereja dan dunia dalam pesan perdamaian.
     Kemudian topik “Moderasi Beragama” oleh Jeirry Sumampow”. Moderasi Beragama dan Berkeyakinan (MRBs) merupakan cara hidup atau jalan tengah yang dipilih bangsa Indonesia dalam menata hubungan antar banyak komunitas BPR. Sebagai jalan “damai”, MRB dianggap sebagai cara pandang tengah antara “dua hal buruk” bukan ekstrim (kiri dan kanan). MRB bertujuan untuk menengahi dengan mengajak kedua kubu ekstrem untuk digerakkan ke tengah, kembali ke nilai memanusiakan manusia sebagai esensi agama dan keyakinan. MRB penting bagi Indonesia, karena dalam keragamannya terdapat ancaman dan kelemahan, tetapi juga terdapat (lebih) kekuatan dan peluang. MRBs (saat ini) adalah cara terbaik bagi Indonesia untuk menjaga nilai-nilai fundamentalnya sebagai negara demokrasi, dan menjaga agar bangsa tidak jatuh ke dalam negara berbasis agama. Kami sebagai pemuda gereja bertanggung jawab untuk membenamkan diri dalam MRB dan mengajak lebih banyak pemuda lintas agama untuk menjaga perdamaian dan toleransi hidup di Indonesia. Paham agama ekstrim yang merusak persatuan dan perdamaian di Indonesia.
     Sesi III membahas tentang topik “Advokasi melalui Media Sosial” yang dipaparkan oleh Dr. David Lumbantobing. Advokasi Pemuda dan Media Sosial (“tingkatkan kasus Anda”). Media sosial merupakan salah satu sarana dan wadah bagi masyarakat dalam menyampaikan dan menyampaikan kebebasan berbicara, mulai dari kritik, saran, perasaan, dan lain-lain. Tapi itu harus didorong oleh tujuan positif yang sistematis. Tujuan utamanya adalah menggerakkan perubahan perilaku dan mengadvokasi permasalahan masyarakat agar didengar oleh pengambil kebijakan. Terdapat (5) lima prinsip komunikasi Kristen yang harus diikuti:Masyarakat/komunitas ada melalui komunikasi; Komunikasi Kristen bersifat partisipatif; Komunikasi Kristiani mendukung pembebasan; Komunikasi Kristiani membangun budaya dan Keragaman; KomunikasiKristen bersifat profetik dan menentang kepalsuan. Prinsip-prinsip ini merupakan panduan bagi kaum muda untuk menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi. Meningkatkan kapasitas literasi digital remaja. Ini mengurangi kemungkinan jatuh sebagai korban HOAX dan atau bagian dari penyebar HOAX. Mengutamakan kebenaran sebagai motivasi daripada ketenaran. Karena sering terjadi, kita mengesampingkan kebenaran di media sosial, hanya karena ingin ketenaran. Oleh karena itu, Pemuda Gereja Lutheran harus bijak dalam menggunakan media sosial sebagai alat advokasi dan komunikasi kita.
     Setelah peserta mengikuti ketiga sesi di hari kedua, peserta mengikuti PA Padang & Outbound. Sebelum penutupan hari kedua, peserta mengikuti sesi pengenalan KN-LWF yang dijelaskan oleh Direktur KN-LWF beserta staf KN-LWF. Kemudian, peserta mengikuti ibadah malam.

Recent posts